BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pengetahuan
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam
mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan
tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya.
Pengetahuan
dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai
bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut
suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti
ini disebut penalaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Agar pengetahuan yang
dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu
harus dilakukan melalui suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan
baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikannya
dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut
logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian
untuk berpikir secara sahih”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah struktur ilmu pengetahuan itu ?
2.Bagaimana
sifat-sifat ilmu pengetahuan itu ?
3.Dimana
batas-batas pengkajian ilmu pengetahuan ?
4.Apakah
Ontologi itu?
5. apakah
epistoemologi itu ?
6. Bagaimana cara-cara
memperoleh dan mengembangkan pengetahuan?
7. Apa yang dimaksud
dengan rasionalisme dan empirisme?
1.3
TUJUAN
1.mengetahui struktur
ilmu pengetahuan
2. mengetahui
sifat-sufat ilmu pengetahuan
3. mengetahui
batas-batas kajian ilmu pengetahuan
4.mengetahui arti
ontologi
5. mengetahui arti
epistomologi
6. mengetahui cara
memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
7.mengetahui maksud
dari rasiolisme dan empir
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem, Struktur, dan susunan Ilmu
Pengetahuan
Peter R
Senn dalam Ilmu Dalam Perspektif (Jujun
Suriasumantri) meskipun tidak secara gamblang ia menyampaikan bahwa ilmu
memiliki bangunan struktur Van Peursen menggambarakan lebih tegas bahwa “Ilmu
itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar
tersebut tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah
batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan menurut
kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya ini tidak dilakukan dengan
sewenang wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang menyertai susunan
limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda- beda
meresap sampai dasar ilmu.Hidayat Nataatmaja menggambarkan dalam bahasanya
sendiri mengenai hal tersebut di atas bahwa “ilmu memiliki struktur dan struktur
ilmu itu beberapa lapis. Beliau membagi lapisan ilmu ke dalam 2 golongan/
kategori yaitu lapisan yang bersifat terapan dan lapisan yang bersifat
paradigmatik. Kedua kategori memiliki karakter sendiri-sendiri. Lapisan terapan
besifat praktikal dan lapisan paradigmatik bersifat asumtif spekulatif.
Dalam
penerapannya, ilmu dapat dibedakan atas berikut di bawah ini:
Ilmu Murni (pure science) Yang dimaksud
dengan Ilmu murni adalah ilmu tersebut hanya murni bermanfaat untuk ilmu itu
sendiri dan berorientasi pada teoritisasi, dalam arti ilmu pengetahuan murni
tersebut terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan
secara abstrak yakni untuk mempertinggi mutunya.
Ilmu Praktis (applied science)Yang
dimaksud dengan ilmu praktis adalah ilmu tersebut praktis langsung dapt
diterapkan kepada masyarakat karena ilmu itu sendiri bertujuan untuk
mempergunakan hal ikhwal ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat banyak.
Ilmu Campuran Yang dimaksud dengan ilmu
campuran dalam hal ini adalah sesuatu ilmu yang selain termasuk ilmu murni juga
merupakan ilmu terapan yang praktis karena dapat dipergunakan dalam kehidupan
masyarakat umum.
Sedangkan
dalam fungsi kerjanya, ilmu juga dapat dibedakan atas berikut ini:
Ilmu teoritis rasional Ilmu teoritis
rasional adalah ilmu yang memakai cara berpikir dengan sangat dominan, deduktif
dan mempergunakan silogisme, misalnya dogmatis hukum.
Ilmu empiris praktis Ilmu empiris
praktis adalah ilmu yang cara penganalisaannya induktif saja, misalnya dalam
pekerjaan social atau dalam mewujudkan kesejahteraan umum dalam masyarakat.
Ilmu teoritis empiris Ilmu teoritis
empiris adalah ilmu yang memakai cara gabungan berpikir, induktif-deduktif atau
sebaliknya deduktif-induktif.
Saat ini
tampaknya sebagian besar para pakar membagi ilmu atas ilmu-ilmu eksakta dan
ilmu-ilmu hukum yang pada satu titik tertentu sangat sulit dibedakan, namun
pada titik yang lain sangat berbeda satu sama lain.
Ilmu-ilmu
eksakta kesemuanya mempunyai objek fakta-fakta, dan benda-benda alam serta
hukum-hukumnya pasti dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia. Sedangkan
ilmu-ilmu sosial hukum-hukumnya relatif tidak sama dalam berbagai ruang dan
waktu, dibandingkan ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti) dalam arti selalu ada
perubahan yang tergantung pada situasi dan kondisi dan lingkungan, bahkan bisa
dipengaruhi dan diatur (rekayasa) oleh manusia.
2.2 Sifat-sifat Ilmu Pengetahuan
Sejarah
membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akn membawa manusia kepada kemajuan
dalam pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu itu
memungkinkan, karena beberapa sifat, atau cirri khas yang dimiliki oleh ilmu.
Dalam hal
ini, Randall mengemukakan beberapa ciri umum daripada ilmu, di antaranya ialah:
1. Hasil
ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama. Artinya, hasil daripada
ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal
yang baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja, setiap orang
dapat menggunakan, memanfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan orang lain.
2. Hasil
ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang
menyelidikinya adalah manusia. Namun yang perlu diketahui, kesalahan-kesalahan
itu bukan karena metodenya, melainkan terletak pada manusia yang menggunakan
metode tersebut.
3.Ilmu itu
objektif, artinya prosedur cara penggunaan mtode ilmu tidak tergantung kepada
yang menggunakannya, tidak tergantung kepada pemahaman secara pribadi. Berbeda
dengan prosedur otoritas dan intuisi, yang tergantung kepada pemahaman secara
pribadi.
Selanjutnya,
Ralph Ross dan Ernest Van den Hagg yang disunting oleh Prof. Drs. Harsojo,
mengemukakan ciri-ciri umum daripada ilmu, yaitu: Bahwa ilmu itu rasional,Bahwa
ilmu itu Bersifat empiris,Bahwa ilmu itu Umum dan Bahwa ilmu itu Akumulatif
Ilmu dikatakan
rasional, karena ilmu merupakan hasil dari proses berpikir dengan menggunakan
akal, atau hasil berpikir secara rasional.
2.3. Batasan-batasan Pengkajian Ilmu
Pengetahuan
Apakah
batasan yang merupakan lingkup penelajahan ilmu? Dimanakah ilmu berhenti?
Apakah yang menjadi karakter objek ontologis ilmu yang membedakan ilmu dan
pengetahuan pengetahuan yang lain? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu
adalah sederhana: ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan
berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan
neraka. Sebab ikhwal surga dan neraka berada diluar Jangkauan pengalaman
manusia. Ilmu tidak mempelajari sebab musabab terciptanya manusia sebab
kejadian itu terjadi diluar jangkauan pengalamann manusia. Baik hal-hal yang
terjadi sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah kematian
manusia, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Ilmu hanya
membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita karena
fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia yaitu sebagai alat bantu manusia dalam
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai
hari kemudian tidak akan kita tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab
agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.
Ilmu
membatasi batas penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan
pada metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah diuji kebenarannya
secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman
empirisnya, maka pembuktian metodologis tidak dapat dilakukan.
Ilmu tanpa
bimbingan moral agama adalah buta. Kebutaan moral dari ilmu mungkin membawa
kemanusiaan ke jurang malapetaka. Contoh penyalahgunaan teknologi nuklir
yang telah merenggut jutaan jiwa.
Ruang
penjelajahan keilmuan kemudian kita menjadi “kapling kapling” berbagai disiplin keilmuan. Kapling ini makin
lama makin sempit sesuai dengn perkembangan kuantitatif disiplin keilmuan.
Dahulu ilmu dibagi menjadi dua, ilmu alam dan ilmu sosial. Kini telah terdapat
lebih dari 650 cabang keilmuan. Oleh karena itu, seorang ilmuwan harus tahu
benar batas-batas penjelajahan cabang keilmuan maing-masing.
Mengenai
batas-batas kapling ini, disamping menunjukkan kematangan keilmuan dan
profesional kita, juga dimaksudkan agar kita mengenal tetangga-tetangga kita.
Dengan makin sempitnya daerah
penjelajahan suatu bidang keilmuan, maka sering sekali diperlukan
“pandangan” dari disiplin-disiplin yang
lain. Saling pandang memandang ini atau
pendekatan multi disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang tetangga-tetangga
yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua, dimana disiplin seseorang
berhenti dan dimana disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas ini
maka pendekatan multi disipliner akan berubah menjadi sengketa kapling.
2.4 Ontologi Pengatahuan
Tokoh yang
membuat istilah ontologi adalah Cristian Wolff (1679-1714).Istilah ontologi
berasal dari bahasa yunani, yaitu ta onta bararti”yang barada”, dan logi
berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian, antologi adalah ilmu
paengetahuan atau ajaran tentang yang berbeda. Adapun dapat diartikan juga
yaitu, antologi adalah ilmu yang mencari asensi dan eksentasi yang terakhir.
Antologi adalah bagian dari Metafisika.
Persoalan
dalam keberadaan menurut Ali Mudhofir (1996) ada tiga pandangan, yang
masing-masing menimbulkan aliran yang berada. Tiga segi pandangan itu adalah
sebagai berikut.
1 . Keberadaan Dipandang dari Segi Jumlah
(Kuantitas)
Keberadaan
dipandang dari segi jumlah (Kuantitas), artinya berapa banyak kenyataan yang
paling dalam itu. Pandangan ini malahirkan beberapa aliran filasafat sebagai
jawabannya, yaitu sebagai berikut.
a. Monisme
Aliran
yang menyataknan bahwa hanya satu kenyataan yang fundamental. Kenyataan
tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau subtansi lainnya yang tidak
dapat diketahui. Tokohnya antara lain: Thales (625-545 SM) yang berpendapat
bahwa kenyataan yang terdalam adalah sebuah subtansi, yaitu air. Aniximander
(610-547 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan terdalam adalah
Aperion, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tidak dapt ditentukan dan tidak
memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia .
Anaximenes
(585-528 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang
sedalam-dalamnya adlah udara. Filuf modern yang ternasuk monisme adalah
B.Spinoza, berpendapat bahwa hanya ada satu subtansi, yaitu Tuhan. Dalam hal
ini Tuhsn dididentikkan dengan alam (naturans naturata).
b.
Dualiasme (Serba Dua)
Aliran
yang menganggap adanya dua subtabsi yang masing-masing berdiri sndiri.
Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato (428-348 SM), yang membadakan
dua dunia, yaitu dunia indra (bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka
bagi rasio manusia). Rene Descrates (1596-1650 M) yang membedakan subtansi
pikiran dan subtabsi keluasan. Leibniz (1646-1716 M) yang membadakan antara
dunia dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin. Imanuel Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia
gejala (fenomena) dan dunia hakiki (naumena)
c. Pluralisme
(Serba Banyak)
Aliran
yang tidak mengakui adanya satu subtansi atau dua subtansi melainkan banyak
subtansi. Para filsuf yang termasuk pluralisme diantaranya Empedokles (490-430
SM) yang mrnyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas 4 unsur, yaitu udara,
api, air, dan tanah. Anaxagoras (500-428 SM) yang menyatakan bahwa hakikat hakikat kenyataan terdiri atas unsur-unsur
yang tidak terhitungg banyaknya, sebanyak sejumlah sifat benda dan semuanya
dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nous. Dikataknnya bahwa nous adalah
suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur.
2.5 Pengertian Epistemologi
Epistemologi (filsafat
ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi
merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya
menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal
(mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Pokok kajian epistemologi akan
sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi
itu sendiri. Secara linguistic kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani
yaitu: kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori,
uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang
pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge.
Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang
benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara
terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau
ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Masalah utama dari
epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang
baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab
pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat
menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi
epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan
jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam
epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia
tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu
lainnya.
2.6
Cara – cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
Dalam filsafat ilmu,
cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan adalah melaui sebuah rangkaian
prosedur atau metode/tekhnik tertentu yang lazimnya disebutnya metode ilmiah
a. Pengertian metoda Ilmiah
Menurut Soerjono
Soemargono (1993 : 17), istilah metoda berasal dari bahasa
Latin methodos, yang
secara umum artinya
cara atau jalan untuk memperoleh
pengetahuan sedangkan metoda ilmiah adalah cara atau jalan untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah.
The Liang
Gie (1991 :
110), menyatakan bahwa
metoda ilmiah adalah prosedur
yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah,
dan cara teknis
untuk memperoleh pengetahuan
baru atau memperkembangkan pengetahuan yang telah ada.
Dalam beberapa
literatur seringkali metoda
dipersamakan atau dicampuradukkan
dengan pendekatan maupun teknik. Metoda, (methode), pendekatan (approach), dan
teknik (technique) merupakan tiga hal yang berbeda walaupun bertalian satu sama
lain (The Liang Gie, 1991:116). Dengan
mengutip pendapat benerapa
pakar, The Liang Gie menjelaskan
perbedaan ketiga hal tersebut sebagai berikut. Pendekatan pada pokoknya adalah ukuran-ukuran untuk memilih
masalah-masalah dan data yang bertalian, sedangkan metoda adalah prosedur untuk
mendapatkan dan mempergunakan data. Pendekatan dalam menelaah
suatu masalah dapat
dilakukan berdasarkan atau dengan
memakai sudut tinjauan
dari ilmu-ilmu tertentu,
misalnya psikologi, sosiologi, politik, dst. Dengan pendekatan berdasarkan psikologi,
maka masalah tersebut dianalisis dan dipecahkan berdasarkan konsep-konsep
psikologi. Sedangkan bila masalah
tersebut ditinjau berdasarkan
pendekatan sosiologis, maka
konsep- konsep sosiologi yang dipakai untuk menganalisis dan memecahkan
masalah tersebut.
Pengertian metoda juga
tidak sama dengan teknik. Metoda ilmiah adalah berbagai prosedur yang
mewujudkan pola-pola dan tata langkah
dalam pelaksanaan penelitian
ilmiah. Pola dan
tata langkah prosedural tersebut
dilaksanakan dengan cara-cara
operasional dan teknis yang lebih
rinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan teknik. Jadi, teknik adalah suatu cara
operasional teknis yang seringkali bercorak rutin, mekanis,
atau spesialistis untuk
memperoleh dan menangani data dalam penelitian (The Liang
Gie (1991 : 117).
b. Unsur-unsur metoda ilmiah
Metoda ilmiah yang merupakan suatu prosedur sebagaimana
digambarkanoleh The Liang Gie,memuat berbagai unsur atau komponen yang
saling berhubungan. Unsur-unsur
utama metoda ilmiah menurut
The Liang Gie
(1991 : 118)
adalah pola proSedural, tata langkah, teknik, dan
instrument..
Pola prosedural, antara
lain terdiri dari: pengamatan, percobaan, peng-ukuran, survai,
deduksi, induksi, dan
analisis. Tata langkah, mencakup :
penentuan masalah, perumusan
hipotesis (bila perlu), pengumpulan data, penurunan
kesimpulan, dan pengujian hasil. Teknik, antara lain terdiri dari : wawancara, angket, tes, dan perhitungan. Aneka
instrumen yang dipakai
dalam metoda ilmiah antara
lain : pedoman
wawancara, kuesioner, timbangan,
meteran, komputer.
c. Macam-macam Metoda ilmiah
1) Metoda Deduktif
Jujun S.
Suriasumantri dalam bukunya
Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial,
dan Politik (1996
: 6) menyatakan
bahwa pada dasarnya metoda
ilmiah merupakan cara
ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan
:a) kerangka pemikiran yang
bersifat logis dengan
argumentasi yang bersifat konsisten dengan
pengetahuan sebelumnya yang
telah berhasil disusun; b)
menjabarkan hipotesis yang
merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut; dan c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis
termaksud untuk menguji
kebenaran pernyataannya secara
faktual.
Selanjutnya Jujun menyatakan bahwa kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses
logico-hypothetico-verifikatifn ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut (2005 : 127-128).
a) Perumusan masalah,
yang merupakan pertanyaan mengenai
objek empiris yang
jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor
yang terkait di dalamnya.
b) Penyusunan kerangka
berpikir dalam penyusunan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan
hubungan yang mungkin terdapat
antara berbagai faktor
yang saling mengait dan
membentuk konstelasi permasalahan.
Kerangka berpikir
ini disusun secara
rasional berdasarkan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor
empiris yang relevan
dengan permasalahan.
c) Perumusan hipotesis
yang merupakan jawaban
sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya
merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d) Pengujian hipotesis
yang merupakan pengumpulan
fakta- fakta yang relevan
dengan hipotesis, yang
diajukan untuk memperlihatkan
apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.
e) Penarikan kesimpulan
yang merupakan penilaian
apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
2) Metoda Induktif
Metoda induktif
merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kualitatif.
Metoda ini memiliki
dua macam tahapan
: tahapan penelitian secara
umum dan secara
siklikal (Moleong, 2005 : 126).
2.7
Maksud metode Rasionalisme dan Empirisme
a. Metode Empirisme
Empirisme berasal dari
kata Yunani yaitu “empiris” yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu
empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah
yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi
manusia. Asal kata empirisme adalah empiria yang berarti kepercayaan terhadap
pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, sedangkan
yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang
memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan
bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak
berarti atau tanpa arti. Ilmu haru sdapat diuji melalui pengalaman. Dengan
demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah
pengalaman (post to experience).
Tokoh-tokoh empirisme
antara lain Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), dan John
Locke (1632-1704). Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan
menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya
ilmu akan berkembang melalui pengamatan dalam ekperimen serta menyusun
fakta-fakta sebagai hasil eksperimen.
b. Metode Rasionalisme
Para penganut
rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat
dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat
pada abad ke-18. Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene
Descartez (1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern.
Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya
ada).
Berbeda dengan penganut
empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh
pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan
nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal
pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak
Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif
melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai:
- Sejenis perantara khusus, yang dengan
perantara itu dapat dikenal kebenaran.
- Suatu teknik deduktif yang dengan memakai
teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan
penalaran.
Fungsi pengalaman
inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai
pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
Rasionalisme adalah
merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang
masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman
Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke
XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan
yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan merupakan sebuah dunia yang memiliki
karakter dasar, prinsip, dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan
tujuan pemanfaatan ilmu. Epistemologi (filsafat ilmu) adalah
pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi merupakan salah satu
objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa
epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri
dan kehidupan manusia. Ontologi ilmu pengetahuan dalam filsafat ilmu adalah
suatu yang sangat penting karena segi lapis terdalam dari fondasi dunia itu
pengetahuan. Ia adalah sebuah ruang tempat diletakkannya “Undang-undang
dasar dunia ilmu pengetahuan”. Disanalah
ditetapkannya kearah manakah Sains Modern menuju dan kita sebagai seorang
pengguna, sadar atau tidak adalah orang-orang yang sedang bersama-sama bergerak
menuju arah yang sudah ditetapkan oleh para pendiri sains modern.
3.2
SARAN
Demikian makalah yang telah saya buat,semoga bermanfaat bagi
kita semua. Jika ada materi yang kurang lengkap dari makalah ini silah kan
cari buka buku atau media masa lainnya
seperti internet,televise,Koran dan lain-lainnya.
No comments:
Post a Comment