Thursday, November 7, 2013

dasar - dasar sains

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
            Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya.
Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu  kesimpulan yang berupa pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan melalui suatu cara tertentu. Suatu penarikan  kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikannya dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah struktur ilmu pengetahuan itu ?
2.Bagaimana sifat-sifat ilmu pengetahuan itu ?
3.Dimana batas-batas pengkajian ilmu pengetahuan ?
4.Apakah Ontologi itu?
5. apakah epistoemologi itu ?
6. Bagaimana cara-cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan?
7. Apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme?
1.3 TUJUAN
1.mengetahui struktur ilmu pengetahuan
2. mengetahui sifat-sufat ilmu pengetahuan
3. mengetahui batas-batas kajian ilmu pengetahuan
4.mengetahui arti ontologi
5. mengetahui arti epistomologi
6. mengetahui cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
7.mengetahui maksud dari rasiolisme dan empir









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem, Struktur, dan susunan Ilmu Pengetahuan
Peter R Senn  dalam Ilmu Dalam Perspektif (Jujun Suriasumantri) meskipun tidak secara gamblang ia menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangunan struktur Van Peursen menggambarakan lebih tegas bahwa “Ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar tersebut tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya ini tidak dilakukan dengan sewenang wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang menyertai susunan limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda- beda meresap sampai dasar ilmu.Hidayat Nataatmaja menggambarkan dalam bahasanya sendiri mengenai hal tersebut di atas bahwa “ilmu memiliki struktur dan struktur ilmu itu beberapa lapis. Beliau membagi lapisan ilmu ke dalam 2 golongan/ kategori yaitu lapisan yang bersifat terapan dan lapisan yang bersifat paradigmatik. Kedua kategori memiliki karakter sendiri-sendiri. Lapisan terapan besifat praktikal dan lapisan paradigmatik bersifat asumtif spekulatif.
Dalam penerapannya, ilmu dapat dibedakan atas berikut di bawah ini:
Ilmu Murni (pure science) Yang dimaksud dengan Ilmu murni adalah ilmu tersebut hanya murni bermanfaat untuk ilmu itu sendiri dan berorientasi pada teoritisasi, dalam arti ilmu pengetahuan murni tersebut terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak yakni untuk mempertinggi mutunya.
Ilmu Praktis (applied science)Yang dimaksud dengan ilmu praktis adalah ilmu tersebut praktis langsung dapt diterapkan kepada masyarakat karena ilmu itu sendiri bertujuan untuk mempergunakan hal ikhwal ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat banyak.
Ilmu Campuran Yang dimaksud dengan ilmu campuran dalam hal ini adalah sesuatu ilmu yang selain termasuk ilmu murni juga merupakan ilmu terapan yang praktis karena dapat dipergunakan dalam kehidupan masyarakat umum.
Sedangkan dalam fungsi kerjanya, ilmu juga dapat dibedakan atas berikut ini:
Ilmu teoritis rasional Ilmu teoritis rasional adalah ilmu yang memakai cara berpikir dengan sangat dominan, deduktif dan mempergunakan silogisme, misalnya dogmatis hukum.
Ilmu empiris praktis Ilmu empiris praktis adalah ilmu yang cara penganalisaannya induktif saja, misalnya dalam pekerjaan social atau dalam mewujudkan kesejahteraan umum dalam masyarakat.
Ilmu teoritis empiris Ilmu teoritis empiris adalah ilmu yang memakai cara gabungan berpikir, induktif-deduktif atau sebaliknya deduktif-induktif.
Saat ini tampaknya sebagian besar para pakar membagi ilmu atas ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu hukum yang pada satu titik tertentu sangat sulit dibedakan, namun pada titik yang lain sangat berbeda satu sama lain.
Ilmu-ilmu eksakta kesemuanya mempunyai objek fakta-fakta, dan benda-benda alam serta hukum-hukumnya pasti dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia. Sedangkan ilmu-ilmu sosial hukum-hukumnya relatif tidak sama dalam berbagai ruang dan waktu, dibandingkan ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti) dalam arti selalu ada perubahan yang tergantung pada situasi dan kondisi dan lingkungan, bahkan bisa dipengaruhi dan diatur (rekayasa) oleh manusia.
2.2 Sifat-sifat Ilmu Pengetahuan
Sejarah membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akn membawa manusia kepada kemajuan dalam pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu itu memungkinkan, karena beberapa sifat, atau cirri khas yang dimiliki oleh ilmu.
Dalam hal ini, Randall mengemukakan beberapa ciri umum daripada ilmu, di antaranya ialah:
1. Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama. Artinya, hasil daripada ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal yang baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja, setiap orang dapat menggunakan, memanfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan orang lain.
2. Hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang menyelidikinya adalah manusia. Namun yang perlu diketahui, kesalahan-kesalahan itu bukan karena metodenya, melainkan terletak pada manusia yang menggunakan metode tersebut.
3.Ilmu itu objektif, artinya prosedur cara penggunaan mtode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakannya, tidak tergantung kepada pemahaman secara pribadi. Berbeda dengan prosedur otoritas dan intuisi, yang tergantung kepada pemahaman secara pribadi.
Selanjutnya, Ralph Ross dan Ernest Van den Hagg yang disunting oleh Prof. Drs. Harsojo, mengemukakan ciri-ciri umum daripada ilmu, yaitu: Bahwa ilmu itu rasional,Bahwa ilmu itu Bersifat empiris,Bahwa ilmu itu Umum dan Bahwa ilmu itu Akumulatif
Ilmu dikatakan rasional, karena ilmu merupakan hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal, atau hasil berpikir secara rasional.
2.3. Batasan-batasan Pengkajian Ilmu Pengetahuan
Apakah batasan yang merupakan lingkup penelajahan ilmu? Dimanakah ilmu berhenti? Apakah yang menjadi karakter objek ontologis ilmu yang membedakan ilmu dan pengetahuan pengetahuan yang lain? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah sederhana: ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan neraka. Sebab ikhwal surga dan neraka berada diluar Jangkauan pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sebab musabab terciptanya manusia sebab kejadian itu terjadi diluar jangkauan pengalamann manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah kematian manusia, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita karena fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia yaitu sebagai alat bantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.
Ilmu membatasi batas penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan pada metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah diuji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, maka pembuktian metodologis tidak dapat dilakukan.
Ilmu tanpa bimbingan moral agama adalah buta. Kebutaan moral dari ilmu mungkin membawa kemanusiaan ke jurang malapetaka. Contoh penyalahgunaan teknologi nuklir yang  telah merenggut jutaan jiwa.
Ruang penjelajahan keilmuan kemudian kita menjadi “kapling kapling”  berbagai disiplin keilmuan. Kapling ini makin lama makin sempit sesuai dengn perkembangan kuantitatif disiplin keilmuan. Dahulu ilmu dibagi menjadi dua, ilmu alam dan ilmu sosial. Kini telah terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. Oleh karena itu, seorang ilmuwan harus tahu benar batas-batas penjelajahan cabang keilmuan maing-masing.
Mengenai batas-batas kapling ini, disamping menunjukkan kematangan keilmuan dan profesional kita, juga dimaksudkan agar kita mengenal tetangga-tetangga kita. Dengan makin sempitnya  daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan, maka sering sekali diperlukan “pandangan”  dari disiplin-disiplin yang lain. Saling pandang memandang ini  atau pendekatan multi disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua, dimana disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multi disipliner akan berubah menjadi sengketa kapling.
2.4 Ontologi Pengatahuan
Tokoh yang membuat istilah ontologi adalah Cristian Wolff (1679-1714).Istilah ontologi berasal dari bahasa yunani, yaitu ta onta bararti”yang barada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian, antologi adalah ilmu paengetahuan atau ajaran tentang yang berbeda. Adapun dapat diartikan juga yaitu, antologi adalah ilmu yang mencari asensi dan eksentasi yang terakhir. Antologi adalah bagian dari Metafisika.
Persoalan dalam keberadaan menurut Ali Mudhofir (1996) ada tiga pandangan, yang masing-masing menimbulkan aliran yang berada. Tiga segi pandangan itu adalah sebagai berikut.
1 .     Keberadaan Dipandang dari Segi Jumlah (Kuantitas)
Keberadaan dipandang dari segi jumlah (Kuantitas), artinya berapa banyak kenyataan yang paling dalam itu. Pandangan ini malahirkan beberapa aliran filasafat sebagai jawabannya, yaitu sebagai berikut.
a. Monisme
Aliran yang menyataknan bahwa hanya satu kenyataan yang fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau subtansi lainnya yang tidak dapat diketahui. Tokohnya antara lain: Thales (625-545 SM) yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah sebuah subtansi, yaitu air. Aniximander (610-547 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan kenyataan terdalam adalah Aperion, yaitu sesuatu yang tanpa batas, tidak dapt ditentukan dan tidak memiliki persamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia .
Anaximenes (585-528 SM) berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan yang sedalam-dalamnya adlah udara. Filuf modern yang ternasuk monisme adalah B.Spinoza, berpendapat bahwa hanya ada satu subtansi, yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhsn dididentikkan dengan alam (naturans naturata).
b. Dualiasme (Serba Dua)
Aliran yang menganggap adanya dua subtabsi yang masing-masing berdiri sndiri. Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato (428-348 SM), yang membadakan dua dunia, yaitu dunia indra (bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi rasio manusia). Rene Descrates (1596-1650 M) yang membedakan subtansi pikiran dan subtabsi keluasan. Leibniz (1646-1716 M) yang membadakan antara dunia dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin. Imanuel  Kant (1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala (fenomena) dan dunia hakiki (naumena)
c. Pluralisme (Serba Banyak)
Aliran yang tidak mengakui adanya satu subtansi atau dua subtansi melainkan banyak subtansi. Para filsuf yang termasuk pluralisme diantaranya Empedokles (490-430 SM) yang mrnyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas 4 unsur, yaitu udara, api, air, dan tanah. Anaxagoras (500-428 SM) yang menyatakan bahwa hakikat  hakikat kenyataan terdiri atas unsur-unsur yang tidak terhitungg banyaknya, sebanyak sejumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nous. Dikataknnya bahwa nous adalah suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur.
2.5  Pengertian Epistemologi
Epistemologi (filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.
Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.
2.6 Cara – cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan
Dalam filsafat ilmu, cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan adalah melaui sebuah rangkaian prosedur atau metode/tekhnik tertentu yang lazimnya disebutnya metode ilmiah
a.  Pengertian metoda  Ilmiah
Menurut Soerjono Soemargono (1993 : 17), istilah metoda berasal dari  bahasa  Latin  methodos,  yang  secara  umum  artinya  cara  atau jalan untuk memperoleh pengetahuan sedangkan metoda ilmiah adalah cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.
The  Liang  Gie  (1991  :  110),  menyatakan  bahwa  metoda  ilmiah adalah prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata  langkah,  dan  cara  teknis  untuk  memperoleh  pengetahuan  baru atau memperkembangkan pengetahuan yang telah ada.
Dalam  beberapa  literatur  seringkali  metoda  dipersamakan  atau dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metoda, (methode), pendekatan (approach), dan teknik (technique) merupakan tiga hal yang berbeda walaupun bertalian satu sama lain (The Liang Gie,  1991:116).  Dengan  mengutip  pendapat  benerapa  pakar,  The Liang Gie menjelaskan perbedaan ketiga hal tersebut sebagai berikut. Pendekatan  pada pokoknya adalah ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data yang bertalian, sedangkan metoda adalah prosedur untuk mendapatkan dan mempergunakan data. Pendekatan dalam  menelaah  suatu  masalah  dapat  dilakukan  berdasarkan  atau dengan  memakai  sudut  tinjauan  dari  ilmu-ilmu  tertentu,  misalnya psikologi, sosiologi,  politik,  dst. Dengan pendekatan berdasarkan psikologi, maka masalah tersebut dianalisis dan dipecahkan berdasarkan konsep-konsep psikologi. Sedangkan       bila masalah tersebut  ditinjau  berdasarkan  pendekatan  sosiologis,  maka  konsep- konsep sosiologi yang dipakai untuk menganalisis dan memecahkan masalah tersebut.
Pengertian metoda juga tidak sama dengan teknik. Metoda ilmiah adalah      berbagai         prosedur  yang  mewujudkan pola-pola dan tata langkah  dalam  pelaksanaan  penelitian  ilmiah.  Pola  dan  tata  langkah prosedural  tersebut  dilaksanakan  dengan  cara-cara  operasional  dan teknis yang lebih rinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan teknik. Jadi, teknik adalah suatu cara operasional teknis yang seringkali bercorak rutin,  mekanis,  atau  spesialistis  untuk  memperoleh  dan  menangani data dalam penelitian (The Liang Gie (1991 : 117).
b.  Unsur-unsur metoda ilmiah
Metoda ilmiah   yang merupakan suatu prosedur sebagaimana digambarkanoleh The Liang Gie,memuat berbagai unsur   atau komponen  yang  saling  berhubungan.  Unsur-unsur  utama  metoda ilmiah  menurut  The  Liang  Gie  (1991  :  118)  adalah  pola  proSedural, tata langkah, teknik, dan instrument..
Pola prosedural, antara lain terdiri dari: pengamatan, percobaan, peng-ukuran,  survai,  deduksi,  induksi,  dan  analisis.  Tata  langkah, mencakup  :  penentuan  masalah,  perumusan  hipotesis  (bila  perlu), pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil. Teknik, antara   lain terdiri dari   : wawancara,    angket, tes, dan perhitungan.  Aneka  instrumen  yang  dipakai  dalam  metoda  ilmiah antara  lain  :  pedoman  wawancara,  kuesioner,  timbangan,  meteran, komputer.
c.  Macam-macam Metoda ilmiah
1)  Metoda Deduktif
Jujun  S.  Suriasumantri  dalam  bukunya  Ilmu  dalam  Perspektif Moral,  Sosial,  dan  Politik  (1996  :  6)  menyatakan  bahwa  pada dasarnya  metoda  ilmiah  merupakan  cara  ilmu  memperoleh  dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan :a)      kerangka pemikiran  yang  bersifat  logis  dengan  argumentasi  yang  bersifat konsisten  dengan  pengetahuan  sebelumnya  yang  telah  berhasil disusun;  b)  menjabarkan  hipotesis  yang  merupakan  deduksi  dari kerangka pemikiran tersebut;  dan c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk         menguji kebenaran      pernyataannya secara faktual.
Selanjutnya Jujun  menyatakan bahwa kerangka  berpikir ilmiah yang       berintikan proses logico-hypothetico-verifikatifn ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (2005 : 127-128).
a) Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai  objek  empiris  yang  jelas  batas-batasnya  serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b) Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang  mungkin  terdapat  antara  berbagai  faktor  yang  saling mengait dan membentuk      konstelasi permasalahan.
Kerangka  berpikir  ini  disusun  secara  rasional  berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan  faktor-faktor  empiris  yang  relevan  dengan permasalahan.
c) Perumusan  hipotesis  yang  merupakan  jawaban  sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d) Pengujian  hipotesis  yang  merupakan  pengumpulan  fakta- fakta  yang  relevan  dengan  hipotesis,  yang  diajukan  untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.
e) Penarikan  kesimpulan  yang  merupakan  penilaian  apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
2)  Metoda Induktif
Metoda induktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian  kualitatif.  Metoda  ini  memiliki  dua  macam  tahapan  : tahapan  penelitian  secara  umum  dan  secara  siklikal  (Moleong, 2005 : 126).
2.7 Maksud metode Rasionalisme dan Empirisme
a.  Metode Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu “empiris” yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Asal kata empirisme adalah empiria yang berarti kepercayaan terhadap pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, sedangkan yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu haru sdapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience).
Tokoh-tokoh empirisme antara lain Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), dan John Locke (1632-1704). Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen.
b.  Metode Rasionalisme
Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18. Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez (1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai:
-   Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
-   Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran.








BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan merupakan sebuah dunia yang memiliki karakter dasar, prinsip, dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan pemanfaatan ilmu. Epistemologi (filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Ontologi ilmu pengetahuan dalam filsafat ilmu adalah suatu yang sangat penting karena segi lapis terdalam dari fondasi dunia itu pengetahuan. Ia adalah sebuah ruang tempat diletakkannya “Undang-undang dasar  dunia ilmu pengetahuan”. Disanalah ditetapkannya kearah manakah Sains Modern menuju dan kita sebagai seorang pengguna, sadar atau tidak adalah orang-orang yang sedang bersama-sama bergerak menuju arah yang sudah ditetapkan oleh para pendiri sains modern.
3.2 SARAN
Demikian makalah yang telah saya buat,semoga bermanfaat bagi kita semua. Jika ada materi yang kurang lengkap dari makalah ini silah kan cari  buka buku atau media masa lainnya seperti internet,televise,Koran dan lain-lainnya.











No comments:

Post a Comment